.¥ü$RØ Ç¥BÉR BLΦG >> يُسْرً

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا Verily, with every difficulty, there is relief..

 
Allah Sang Pelindung
Yaa Rabb, sesungguhnya tidak ada tempat yang aman di dunia ini bagi kami para hambaMu, Sesungguhnya hanya engkau yang membuat kami merasa aman dan Engkaulah sebaik baiknya pelindung bagi kami. amien..
Islam
" Sungguh Islam mengajarkan pada kita untuk selalu berbuat baik kepada semua orang, apapun keadaanya, apapun kaumnya, agamanya. Sungguh indah dan menyejukkan, Sungguh di dalam Islam hanya mengajarkan dua hal yang sederhana, Sabar dan Ikhlas, sesuatu yang sederhana tapi sangat sulit untuk menjalaninya
La Tahzan
Firman Allah S.W.T , " dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati padahal kamulah orang - orang yang paling tinggi (derajatnya) bila kamu orang - orang beriman..." (QS: Al-Imron:139)
Allah Yang Esa
" Tidak ada yang pernah pantas di dunia ini yang patut di cintai melebihi cinta kita kepada Allah dan apa yang harus dicintai di dunia ini itu semata mata perintah Allah. Dan disaat kita hanya mencintai Allah apapun yg terjadi dalam dunia ini kita akan ikhlas menjalaninya dan tidak akan pernah menyerah untuk menggapai sesuatu yg kita inginkan.
Wanita..
Sebaik baik wanita adalah yang apabila diberi sesuatu dia bersyukur dan bila tidak diberi apa apa dia besabar , yang menyenangkan hatimu bila kamu melihatnya dan mentaatimu bila kamu menyuruhnya.
Surah
" Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (Al-Ashr [QS 103: 1-3])"Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? "(Surat Arrahman [QS:55 ayat 26-28])
Sungguh Sejuk
Keindahan, ketenangan dan kesejukan yang sesungguhnya adalah ketika kita mendekatkan diri kepadaNya dengan penuh kerendahan diri, mensyukuri atas semua nikmat yang diberiNya dan mengagumi kebesaranNya atas setiap apa yang telah ada dan diciptakanNya serta memahami setiap apa yang telah diaturNYA.
Kehidupan
" Apakah kita sebagai muslim sudah mengerti tentang tujuan hidup, sarana hidup dan permainan hidup, semoga kita dapat memahami dan mengerti akan semua itu. Dalam hidup yang kita lakukan hanyalah berbuat baik dan berusaha untuk yang terbaik serta menjadi lebih baik dalam segala hal selebihnya Allah yang mengatur segalanya. Terima kasih Yaa Rabb sesungguhnya hanya Engkau yang mengatur segala sesuatu.
My Heart
Yaa Rabb, tidak ada sesuatu kebanggaan buatku yang aku bawa dihadapanMu jika aku hanya memiliki pendamping yang hanya cantik dalam penampilannya tetapi dia tidak pernah berusaha mempercantik hatinya kepadaMu Yaa Allah. Ya Rabb, jadikanlah parasnya cantik dan menyejukkan mata hatiku serta cantikkan hatinya yang lembut dengan cahaya imanMu..
LovE
" Cinta Sangatlah Indah... tapi terkadang cinta membuat sesuatu tidak indah lagi, tidak suci lagi, karena salah dalam menjalani dan menafsirkannya... dan karena keindahan itupun seseorang bisa hancur karenannya... Cinta sangatlah sempurna... tapi terkadang cinta membuat seseorang menjadi tidak sempurna.. jadi budak kesempurnaan.. dan tidak bisa jujur karena pengen terlihat sempurna... dan merasa tak bisa bicara ketika melihat sesuatu yang terlampau sempurna.... Maka Janganlah Silau dengan Keindahan dan Kesempurnaan Cinta.
Ilmu
Mempelajari Ilmu karena ALLAh adalah khasyah, Menuntut Ilmu adalah ibadah, mempelajari Ilmu adalah Tasbih, mencarinya adalah Jihad, Mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahui adalah Shadaqah, menyerahkan kepada ahlinya adalah Taqarrub. Ilmu adalah teman dekat dalam kesendirian dan sahabat dalam kesunyian.
Surah
" Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? QS. al Ma'idah [5] : 49-50.
Hadirnya Sabar&Ikhlas
Sabar dan ikhlas, serta ketenangan akan datang dengan sendirinya.. ketika kita menyerahkan dan pasrahkan semua pada Allah.. Lakukan pada setiap nafas, setiap detik, setiap langkah hanya utk Allah.. Insya Allah kita akan dimasukkan pada golongan orang2 yang sabar dan ikhlas dan bertawakal kpd Allah SWT.. Amien...
Tentang ISlam
" Allah membuat perumpamaan berupa jalan yang lurus. Di dua tepi jalan itu ada dua buah pagar. Di dua pagar itu ada beberapa pintu yang terbuka. Di pintu - pintu itu ada tabir yang tergerai. Di permulaan jalan itu ada penyeru yang berkata, "Wahai para manusia, masuklah jalan itu dan janganlah kalian berhenti'. Ada penyeru lain di atas jalan itu. Jika ada seseorang yang hendak membuka sesuatu dari pintu - pintu itu, dia berkata, 'Celaka engkau, jangan engkau buka pintu itu. Sebab jika engkau sudah membukanya, maka engkau akan memasukinya'. Jalan itu adalah Islam. Sedangkan tabir yang tergerai itu adalah hukum - hukum Allah. Sedangkan pintu - pintu yang terbuka itu adalah hal - hal yang diharamkan Allah. Penyeru yang ada di awal jalan adalah Kitab Allah dan penyeru di atas jalan itu adalah penasihat Allah yang ada di hati setiap orang Muslim (HR Ahmad).
Tiada Satupun
Seberapapun besar kita mencintai seseorang.. Seberapapun besar kita berkorban demi orang yang kita cintai.. tak seharusnya semua itu melebihi cinta kita kepada Zat yg memberi dan menganugrahkan cinta itu kepada kita... cintailah, berkorbanlah demi Zat yang memiliki segala - galanya. Yang Maha Raja dan Maha Besar.
Jangan Takut
" Tidak ada satupun kekuatan dan kekuasaan, didunia ini yang bisa menjahtukan, menyakitkan dan membunuh kita kecuali, hanya seijin Allah SWT, yang tentunya kita sudah berbuat baik dan berhati-berhati dalam menjalani hidup, selalu memoho perlindungan Allah, apapun itu jalanilah dengan apadanya tanpa harus memaksakan diri akan sesuatu karena Allah akan memudahkan segala sesuatunya setiap apa yang kita kerjakan.
Hamba Shaleh
Wanita shalihah....tidak takut dan khawatir akan tergoda dengan orang lain (godaan ikhwan ato apapun), melainkan dia lebih khawatir keberadaannya, tindakannya dan ucapannya mampu menggoda orang lain itu. Begitupula sebaliknya, Laki-laki shaleh tidak takut dan khawatir akan tergoda dengan orang lain (godaan akhwat ato apapun), melainkan dia lebih khawatir keberadaannya, tindakannya dan ucapannya mampu menggoda orang lain itu.
Google Translete
Label Cloud
My Community
Join My Community at MyBloglog!
Jilbab.........
Kamis, 29 Mei 2008

Di saat agama Islam tiba dan kaum Jahiliyah membenci bayi perempuan, bahkan tega buah hati sendiri dikubur hidup-hidup, tidak memberikan harta warisan kepada wanita, terkadang mem-pusakai wanita bagaikan harta yang lain dengan jalan paksa.

Maka Allah serta Rasul-Nya melarang perbuatan keji tersebut, menjaga dan mengangkat derajat wanita bagaikan mutiara berharga, dengan memberikan hak-haknya sebagaimana agama menghormati dan memberikan hak-haknya kepada seorang lelaki.

Demi kesucian masyarakat serta demi keutuhan dan kehormatan seorang muslimah dari kemaksiatan dan dari kecerobohan orang jahil, maka Islam menganjurkan perkawinan dan mengharam- kan perbuatan zina. Maka demi kesucian dan keutuhan, Allah Maha Penyayang memerintahkan para muslimah agar mengenakan hijab (jilbab), supaya berada di sisi Allah, dan ditempat sejauh mungkin dari perbuatan keji yang dapat menimpa pada diri kaum muslimah.

Simak baik-baik ayat Al Qur'an ini : "Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan pehiasaannya kecuali yang biasa nampak dari pandangan. Dan hen- daklah mereka menutupkan kainkerudung ke dadanya, dan jangan- lah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau keapda ayah mereka, atau putra-putra mereka, atau saudara- saudara mereka, atau putra-putra suami mereka, atau wanita- wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan- pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap� kaum wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat kaum wanita. dan janganlah mereka memukul kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung". (Qs An Nur : 31)

Bagaimana jilbab yang dimaksud dalam ayat diatas, setidaknya harus memenuhi syarat-syarat hijab atau jilbab sebagai berikut, dan inilah jilbab yang syar'i dan benar :

  1. Menutupi seluruh tubuh, sebagaimana yang difirmankan Allah, "Hendaklah mereka itu mengeluarkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (Qs Al Ahzab : 59)
  2. Maksud daripada berhijab adalah� untuk menutup tubuh wanita dari pandangan laki-laki. Jadi, bukan yang tipis, yang pendek, yang ketat, tau berkelir serupa dengan kulit, mau- pun yang bercorak dan yang bersifat mengundang penglihat- an laki-laki.
  3. Harus yang longgar, sehingga tidak menampakkan tempat- tempat yang menarik pada anggota tubuh.
  4. Tidak diberi wangi-wangian, hal ini telah diperingatkan oleh Rasulullah saw : "Sesungguhnya seorang wanita yang memakai wangi- wangian kemudian melewati kaum (laki-laki) bermak- sud agar mereka mencium aromanya, maka ia telah melakuk- an perbuatan zina". (HR Tirmidzi)
  5. Pakaian wanita tidak boleh menyerupai laki-laki, "Nabi saw melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian wanita, dan seorang wanita yang mengenakan pakaian laki-laki". (HR Abu Dawud dan An Nasai).
  6. Tidak menyerupai pakaian orang kafir, "Siapa yang meniru suatu kaum, maka ia berarti dari golongan mereka". (HR Ahmad)
  7. Berpakaian tanpa bermaksud supaya dikenal, baik itu dengan mengenakan pakaian yang berharga mahal maupun yang mu- rah, jika niatnya untuk dibanggakan karena harganya atau- pun yang kumal jika bermaksud agar dikenal sebagai orang yang ta'at (riya'). "Siapa yang mengenakan pakaian tersohor (bermaksud supaya dikenal) di dunia, maka Allah akan mem- berinya pakaian hina di hari Kiamat, lalu dinyalakan apa pada pakaian tersebut." (HR Abu Dawud)

Sungguh fenomena jilbab pada saat sekarang, membuat kita di satu sisi patut bersyukur, wanita sudah tidak malu lagi untuk berjilbab di manapun tempatnya sehingga jilbab benar-benar telah membudaya di masyarakat dan dianggap sesuatu yang lumrah.Namun di sisi lain jilbab yang sesungguhnya harus memenuhi prasyarat jilbab syar'i sebagaiman tersebut di atas seakan telah berubah fungsi dan ajaran, banyak sekali dan telah� bertebaran dimana-mana jilbab yang bukan lagi syar'i tapi lebih terkesan trendy dan mode atau lebih dikenal dengan jilbab funky yang kebanyakan dari semua itu adalah menyimpang dari syarat-syarat syara' jilbab yang sebenarnya.

Diantara penyimpangan-penyimpangannya yang ada, antara lain :

  1. Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh. Seperti yang biasa dan di anggap sepele yaitu terbukanya bagian kaki bawah, atau bagian dada karena jilbab diikatkan ke leher, atau yang lagi trendy,� remaja putri� memakai jilbab tapi lengan pakaiannya digulung atau dibuka hingga ke siku mereka.
  2. Sering ditemui adanya perempuan yang berjilbab dengan pakaian ketat, pakaian yang berkaos, ataupun menggunakan pakaian yang tipis, sehingga walaupun perempuan tersebut telah menggunakan jilbab, tapi lekuk-lekuk tubuh mereka dapat diamati dengan jelas.
  3. Didapati perempuan yang berjilbab dengan menggunakan celana panjang bahkan terkadang memakai celana jeans. Yang perlu ditekankan dan telah diketahui dengan jelas bahwa celana jeans bukanlah pakaian syar'i untuk kaum muslimin, apalagi wanita.�
  4. Banyak wanita muslimah di sekitar kita yang memakai jilbab bersifat temporer yaitu jilbab dipakai hanya pada saat tertentu atau pada kegiatan tertentu, kendurian, acara pengajian kampung dsb, setelah itu jilbab dicopot dan yang ada kebanyakan jilbab tersebut sekedar mampir alias tidak sampai menutup rambut atau menutup kepala.

Read more!
posted by yusro @ 20.40   0 comments
Hati Seorang Mukmin

Hati adalah bagian terpenting dalam diri manusia selepas keberadaan ruh yang menjadi inti dasar dari segala-galanya. Tasawwuf yang berkembang dengan pesatnya di kebanyakan negara-negara Islam, menjadikan hati sebagai fokus pengkajian dan pusat pembahasan untuk mencapai kedamaian dan kebahagiaan yang diridhoi Allah. Tasawwuf juga dikenal sebagai ilmul Quluub ( ilmu tentang hati dan penyakit-penyakitnya, atau Fiqhul Quluub ( pemahaman yang komprehensif tentang hati dan penyakitnya ). Kesehatan dan kebersihan hati adalah suatu hal yang sangat signifikan ( significant ) dalam Islam, sehingga kwalitas hidup, Ibadah dan perjuangan seseorang dapat ditentukan melalui tahap kesucian dan kebersihan hatinya. Hal ini mendapat dukungan dan pembenaran dari Nabi Muhammad SAW di dalam sabdanya;

Sesungguhnya pada jasad ( tubuh manusia ) ada segumpal darah, apabila ia baik maka baiklah seluruh anggota jasad, dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh anggota jasad, sesungguhnya ia adalah hati ( HR Bukhori )

Baiknya hati adalah faktor penentu ( decisive factor ) kepada baiknya seluruh anggota badan. Anggota badan yang baik adalah anggota badan yang dapat berfungsi secara positif untuk tujuan-tujuan Ibadah demi mencapai mardhotillah. Sesungguhnya, mata yang baik dapat melihat dengan jelas kebenaran orang lain dan kesalahan diri sendiri, mulut yang baik selalu dihiasi dengan zikir dan kata-kata hikmah serta jauh dari menyebut-nyebut keburukan orang lain sebab, perbuatan itu sama dengan memakan bangkai saudara sendiri Allah berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah diri kamu dari prasangka, karena kebanyakan pransangka itu adalah dosa; dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang; dan janganlah sebahagian kamu mengumpat sebahagian yang lain. Adakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? (Jika demikian) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat, lagi Maha mengasihani. ( al Hujurat 12 )

Tangan yang baik akan sentiasa berusaha mengambil apa-apa yang baik dan memberi yang terbaik sebagaimana lebah yang Allah contohkan di dalam Alqur�an. Lebah mengambil sari dari bunga tanpa perlu merusak bunga, kemudian mengeluarkan madu yang segar untuk menjadi obat kepada manusia. Kedatangan lebah tidak sedikitpun membawa kerusakan kepada bunga, bahkan ia membawa kebaikan yang sangat besar kepada proses perkawinan tumbuh-tumbuhan. Sebagai seorang Mukmin kita harus berusaha membawa kebaikan kepada sesama Muslim sebatas kemampuan yang ada, agar wujud dan keberadaan kita menjadi sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu dan diharapkan. Apabila hati kita sakit maka seluruh anggota badan kita akan berfungsi secara negatif dan destruktif ( destructive ), yang pada akhirnya membawa kepada kehancuran diri dan reputasi sebagai seorang Mukmin yang menjadi pewaris kepada perjuangan dakwah Nabi. Mata kita hanya berfungsi untuk mencari-cari kesalahan dan kelemahan orang lain, mulut kita pula akan membicarakan keburukan dan kekurangan orang lain, tangan kita akan selalu mengambil yang buruk dan memberikan yang buruk pula, dan telinga kita hanya tertarik kepada hal-hal yang buruk-buruk saja. Bila hal ini terjadi sesungguhnya tanpa kita sadari kewujudan kita telah menjadi penyebab kepada perpecahan dan permusuhan di kalangan ummat Islam, yang pada akhirnya kehadiran kita tidak lebih dari sebuah bencana yang tak pernah diharapkan.

Semua pekerti buruk yang keluar dari hati yang rusak dan sakit akan menjadikan hati semakin sakit dan tertutup dari cahaya kebenaran, serta jauh dari keikhlasan. Kemudian hati akan berubah menjadi gudang dosa yang penuh dengan timbunan dosa dan noda sehingga hati semakin kecil dimakan oleh racun dosa sebagaimana besi dimakan oleh karat-karat yang berada di sekelilingnya. Allah berfirman;

Sesungguhnya di dalam hati mereka ada bermacam-macam penyakit kemudian Allah tambahkan lagi penyakit itu sehingga hati mereka benar-benar gelap dan sakit, dan sesungguhnya Allah menyediakan untuk mereka azab yang pedih atas sebab pendustaan yang mereka lakukan ( al Baqoroh 10 )

Penyakit hati sangat berbahaya namun ia jarang mendapat perhatian yang sewajarnya dari kita, karena tidak mengetahui akan besarnya akibat yang akan timbul jika kita mengabaikannya. Kita biasanya lebih peka kepada tuntutan jasmani dan penyakit-penyakit yang diderita oleh jasmani kita. Bermacam-macam buku kesehatan kita koleksi dan kita baca, berbagai macam pakar kesehatan kita datangi namun kita lupa akan penyakit yang ada pada hati. Apakah namanya? Siapakah dokternya, mana bukunya dan apakah obatnya.

Sesungguhnya penyakit hati sangat banyak macam dan bentuknya seperti; cinta dunia yang berlebih-lebihan, Iri hati, dengki, sombong, angkuh, dendam, khianat, bohong dll. Semua penyakit ini, tidak obahnya bagaikan penyakit kanker ( cancer ) ganas yang semakin hari semakin membesar sehingga dapat merobah bentuk dan rupa manusia menjadi hewan yang liar dan ganas atau melebihi keganasan dan kebuasan hewan. Allah berfirman;

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam banyak dari jin dan manusia yang mempunyai hati (tetapi) tidak mahu memahami (ayat-ayat Allah), dan yang mempunyai mata (tetapi) tidak mahu melihat (bukti keesaan Allah) dan yang mempunyai telinga (tetapi) tidak mahu mendengar (ajaran dan nasihat); mereka itu seperti hewan, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah adalah orang-orang yang lalai. ( al A�raf 179 )

Kebersihan hati sangat diperlukan dan merupakan modal dasar dalam mengharungi kehidupan dunia yang penuh dengan ujian dan cobaan. Hati yang bersih dan sehat bagaikan sebuah laut yang luas tenang dan damai, di atasnya berlabuh bahtera keimanan menuju pantai akhirat tempat kejayaan. Laut yang tenang menerima apa saja yang dilemparkan kedalamnya tetapi secara perlahan ia saring dan hantarkan segala bangkai dan kotoran ketepi pantai, sebab laut yang bersih tidak mau menelan bangkai. Seorang mukmin harus berusaha untuk dapat menerima perilaku orang-orang yang berada di sekelilingnya dengan hati yang lapang dan penuh tenaga, kemudian secara arif menyaring dan menanggapi segala tuduhan, fitnah maupun buruk sangka. Pada akhirnya ia dapat mengambil yang jernih dan membuang yang keruh dengan sangat bijaksana. Kebaikan dan keburukan adalah gendang dari sebuah kehidupan yang nyata, dan menjadi materi utama dalam ujian kehidupan kita di dunia. Kebaikan dan keburukan bisa muncul dari diri kita ataupun dari diri orang lain. Bila kebaikan muncul dari diri kita ia hendaklah merupakan ibadah kepada Allah dan bukanlah sebuah demonstrasi kebaikan untuk mendapat pujian dan sanjungan dari manusia, dan bila kebaikan itu muncul dari orang lain ia harus dilihat sebagai sebuah kebenaran dan kebaikan yang harus kita contoh dan teladani. Apabila keburukan muncul dari diri kita ia adalah manifestasi dari proses penurunan iman dan kelemahan jiwa kita yang tentunya menuntut perbaikan segera. Apabila keburukan itu muncul dari orang lain ia adalah suatu peringatan dan teguran yang bermakna untuk kita, dan bukanlah sarana untuk kita saling berdendam dan saling mencerca. Sebuah keburukan tidak dapat diselesaikan dengan keburukan sebagaimana dendam tidak dapat menyelesaikan persengketaan.

Nabi muhammad diutus sebagai rahmat untuk sekalian alam, telah mengajarkan kita untuk bersikap pemaaf atas kesalahan orang lain, karena kitapun tidak terlepas dari berbuat kesalahan. Bila kita bersedia untuk memaafkan orang lain niscaya Allah akan membukakan hati orang lain untuk memaafkan kita. Seorang Mukmin harus menyadari dan selalu merasa bahwa kesalahannya kepada orang lain lebih besar dari kesalahan orang lain terhadap dirinya, maka ia tidak memiliki sebab yang kuat untuk tidak memaafkan orang lain. Dengan memaafkan orang lain kita berharap agar Allah mengampunkan dosa kita yang tak terhitung jumlahnya. Allah berfirman;

Dan tidaklah sama (kesan dan hukum) perbuatan baik dan perbuatan jahat. Tolaklah (kejahatan yang ditujukan kepadamu) dengan cara yang lebih baik; apabila engkau berlaku demikian maka orang yang menaruh rasa permusuhan terhadapmu, dengan serta merta akan menjadi seolah-olah seorang sahabat karib. ( fussilat 34 )

Sebagai seorang mukmin kita harus berusaha memperbanyak sahabat dan memperkecil musuh, sebab seribu sahabat masih terlalu sedikit dalam kehidupan dunia yang luas ini, tetapi satu musuh sudah terlalu banyak karena ia akan mempersempit serta mempengaruhi semua kegiatan harian kita. Kita harus berusaha untuk menjadi sebuah pohon yang berbuah lebat, bila dilempar dengan batu ia akan balas dengan melemparkan buahnya. Pohon adalah laksana iman yang kokoh dan buahnya adalah akhlak-akhlak yang mulia, maka Mukmin yang teguh Imannya akan menjawab kejahatan orang lain dengan Akhlak yang mulia, sebab akhlak lebih nyaring dan jelas dari kata-kata. Sesungguhnya nilai diri kita terletak pada tahap pengabdian dan keihklasan kita kepada Allah dan bukan pada penilaian manusia. Biarlah kita hina pada kaca mata manusia tetapi mulia di sisi Allah, daripada mulia di sisi manusia tetapi hina di sisi Allah. Allah berfirman;

"sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu, sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengerti atas segala-sesuatu" ( al Hujurat 13 )


Oleh : LUKMAN SYARIF AHMAD MUDIN M.A.


Read more!
posted by yusro @ 20.24   0 comments
Pacaran

"Pacaran" adalah suatu kata yang tidak asing lagi kita dengar di kalangan remaja. Sebetulnya apa yang disebut dengan "pacaran" itu? Betulkah di dalam Islam ada yang namanya pacaran?

Pacaran diidentifikasikan sebagai suatu tali kasih sayang yang terjalin atas dasar saling menyukai antara lawan jenis. Apabila kita lihat secara sepintas dari definisi diatas mungkin dapat disimpulkan bahwa pacaran itu merupakan suatu yang wajar dilakukan dikalangan remaja. Padahal apabila kita tinjau dari sudut agama Islam, dalam Al-Qur�an dan Al-Hadits ternyata tidak ada satu kalimatpun yang menjelaskan tentang pacaran.

Dalam Islam hanya ada khitbah (tunangan). Tapi khan tidak mungkin kita tunangan tanpa mengenal pribadi calon kita?. Tidak seperti itu, sebelum terjadi khitbah, di dalam Islam dianjurkan untuk berta'aruf (berkenalan) itupun kalau seandainya kita siap untuk nikah. Sebenarnya rugi kalau seandainya pacar kita itu bukan jodoh yang Allah SWT takdirkan untuk kita. Padahal kita sudah berkorban.

Islam sesungguhnya agama kasih sayang, sangat tidak adil jika kita memberikan kasih sayang itu kepada seseorang saja. Padahal umat Islam itu bersaudara, Firman Allah dalam QS Al-Hujurat : 10, "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara". Bagaimana kita bersaudara dalam Islam?

  1. Saling bersilaturahmi, karena dengan bersilaturahmi dapat menumbuhkan rasa kasih sayang.
  2. Saling bertausyiah, karena ketika kita lupa kita diingatkan, dan ketika orang lain lupa kita mengingatkan.
  3. Saling mendo'akan.

Jadi kita harus memberikan kasih sayang kepada seluruh umat Islam di dunia ini, bukan hanya kepada seseorang dan kelompok tertentu saja.

Untuk itu, marilah kita sama-sama untuk menghindari yang namanya pacaran itu. Karena kasih sayang tidak harus diungkapkan kepada seseorang saja, tetapi kepada siapa saja. Apabila kita melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh agama, maka kita akan berdosa. Begitu juga pacaran, apabila kita melakukan apa yang disebut dengan pacaran, maka kita akan berdosa pula. Na�udzubillaahi min dzalik.

Oleh karena itu, hendaklah kita :

  1. Menundukan pandangan.
  2. "Firman Allah dalam QS An-Nuur : 31 mewajibkan kita untuk menundukkan pandangan. Sabda Rasul : "Pandangan itu merupakan salah satu panah iblis."

  3. Jangan berduaan dengan lawan jenis.
  4. "Janganlah kamu pergi berduaan dengan lawan jenismu, sebab yang ketiganya adalah setan."

  5. Memperbanyak shaum sunah

Hal ini dimaksudkan agar kita selalu dapat menjaga pandangan dan menahan hawa nafsu.

Cobalah tiada lain suatu amalan yang dicintai Allah, sesungguhnya Allah akan jauh lebih mencintai kita. Carilah amalan yang disukai Allah, setelah kita tahu bahwa dalam Islam tidak ada yang namanya pacaran, cobalah untuk membatasi diri dalam hal itu. Ingatlah bahwa jangankan berpacaran, mendekatinya saja kita sudah tidak boleh. Firman Allah "Janganlah kamu dekati zina".

Kita tidak bisa menjaga pandangan dari yang tidak halal berarti kita sudah zina mata. Begitupun dengan pendengaran, pembicaraan, hati, bila tidak kita jaga dari perbuatan yang mendekati zina, berarti kita sudah berzina. Na'udzubillaahi min dzalik.





Read more!
posted by yusro @ 19.37   0 comments
Ciri Wanita Ahli Surga

Wanita Ahli Surga Dan Ciri-Cirinya

Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-bejana dari emas dan perak, istana yang megah dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbetik di hati.

Dalam Al Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Diantaranya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

"(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?" (QS. Muhammad : 15)

"Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk Surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam Surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan." (QS. Al Waqiah : 10-21)

Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala kelak akan mendapatkan pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur'an yang mulia, diantaranya :

"Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik." (QS. Al Waqiah : 22-23)

"Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin." (QS. Ar Rahman : 56)

"Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan." (QS. Ar Rahman : 58)

"Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya." (QS. Al Waqiah : 35-37)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau :

" ... seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya." (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu 'anhu)

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh mereka : "Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan." Dan mereka juga mendendangkan : "Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi." (Shahih Al Jami' nomor 1557)

Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga

Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?

Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia.

Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Diantara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

1. Bertakwa.

2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.

4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.

5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.

6. Gemar membaca Al Qur'an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.

7. Menghidupkan amar ma'ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.

8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.

9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.

10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.

11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.

12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).

13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.

14. Berbakti kepada kedua orang tua.

15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu' Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta'ala berfirman :

" ... dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar." (QS. An Nisa' : 13).


Read more!
posted by yusro @ 19.32   0 comments
Hukum Masbuq
Selasa, 27 Mei 2008

Hukum Masbuq

Masbug adalah makmum yang ketinggalan. Ia tidak sempat membaca fatihah bersama imam pada rakaat pertama, maka jika ia takbiratul ihram sebelum imam ruku' harus membaca fatihah. apabila bacaan fatihahnya belum habis dan imam telah ruku' maka harus mengikuti ruku' pula, dengan demikian belum terhitung satu rakaat. Akan tetapi jika masbuq memdapati imam belum ruku' (dan bisa menyelesaikan fatihahnya) atau sedang ruku' dan dapat ruku' yang sempurna bersama imam, maka dihitung satu rakaat. dengan begitu tinggal menambah kekurangan rakaatnya.

Sabda Rasulullah saw "Apabila seseorang diantara kamu datang (untuk) shalat sewaktu kami sujud, hendaklah ikut sujud dan janganlah kamu hitung itu satu rakat. Barang siapa yang mendapati ruku' bersama imam, maka ia telah mendapat satu rakaat." (H.R. Abu Daud). Perihal fatihahnya, menurut pendapat jumhur ulama ditanggung oleh imam. Sebagian ulama lainnya berpendapat, masbuq tidak mendapat satu rakaat apabila tidak membaca fatihah sebelum imam ruku'. Pendapat kedua ini berdasarkan hadis "Bagaimana keadaan imam ketika kamu dapati, hendaklah kamu ikut, dan apa yang ketinggalan olehmu hendaklah kamu sempurnakan." (H.R. Muslim)

Shalat Jama'

Shalat Jama' adalah menggabungkan dua shalat wajib kedalam satu shalat. Contohnya shalat dzuhur gabung ke shalat Ashar atau shalat Isya' digabung ke Maghrib.

Syarat-syarat melakukan shalat jama' :

  1. Pergi jauh dan bukanuntuk maksiat.

  2. Kalau berjamaah tidak makmum kepada orang yang bukan musafir

Dalam pelaksanaannya, shalat jama' dibagi menjadi dua, yaitu :

  1. Jama' taqdim adalah penggabungan dua shalat dikerjakan pada waktu shalat terdahulu. Misalnya, penggabungan shalat Isya' dengan shalat Magrib dikerjakan pada waktu Magrib. Niatnya :

"Ushalli fardlal maghribi tsalatsa rakaatain majmuu'an ilahil isyaai adaa-an lillahi ta'aalaa"

Artinya : "aku niat shalat magrib tiga rakaat jama' sama Isya' wajib karena Allah"

Syarat-syarat jama' taqdim :

  1. dikerjakan dengan tertib, yakni shalat yang pertama didahulukan. misalnya magrib dengan isya', maka yang dikerjakan lebih dulu adalah shalat magribnya.

  2. Niat jama' dikerjakan pada shalat pertama.

  3. berturut-turut antara keduanya. Tidak boleh diselingi shalat sunnah atau perbuatan lainnya.

  1. Jama' Takhir, adalah kebalikan dari jama' taqdim. Contohnya, penggabungan antara shalat magrib dengan shalat isya dikerjakan pada waktu isya'.

Syarat-syarat jama' takhir :

  1. Niat jama' takhir dilakukan pada shalat yang pertama.

  2. Waktu masih dalam perjalanan, ketika datang waktu shalat yang kedua. membaca niat shalat yang pertama. contohnya niat shalat magrib jama' takhir :

"Ushalli fardlal maghribi tsalatsa rakaatain majmuu'an ilal isyaa-i adaa-an lillahi ta'aalaa"

Artinya : "aku niat shalat magrib tiga rakaat jama' sama Isya' wajib karena Allah"


Read more!
posted by yusro @ 02.00   0 comments
Tujuh Indikator Kebahagiaan Dunia
Selasa, 20 Mei 2008

Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :

Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.

Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona'ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah.

Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu :
"Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap "bandel" dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi.

Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!

Kedua. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.

Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.

Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.

Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?"
Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.

Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.

Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah.

Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya.

Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.

Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.

Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.
Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan". Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.

Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.

Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya.

Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya.

Semangat memahami agama akan meng "hidup" kan hatinya, hati yang "hidup" adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.

Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.

Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat "hidup" orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.

Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.

Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu' mungkin membaca doa `sapu jagat' , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut "Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw" (yang artinya "Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia "), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.

Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.

Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu "wa fil aakhirati hasanaw" (yang artinya "dan juga kebahagiaan akhirat"), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.

Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.

Kata Nabi SAW, "Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga". Lalu para sahabat bertanya: "Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?". Jawab Rasulullah SAW : "Amal soleh saya pun juga tidak cukup". Lalu para sahabat kembali bertanya : "Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?". Nabi SAW kembali menjawab : "Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata".

Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).

Read more!
posted by yusro @ 19.31   0 comments
Rezeki
Rezeki yang telah ditetapkan

"Kesungguhan dalam mencari rezeki yang telah dijamin oleh Allah akan mendapatkannya, dan mengurangi dari apa yang diwajibkan padamu, adalah termasuk sifat yang menunjukkan bashiroh (mata hati) yang tertutup."

Sesuatu yang telah dijamin oleh Allah kepada seorang hamba adalah rezeki. Sesuatu yang dimintakan pertanggungjawaban oleh Allah adalah rezeki juga. Pertanggunganjawaban itu, tidak lain ialah menempatkan harta yang telah dianugerahkan Allah kepada para hamba ialah dengan menjadikan harta berfungsi ibadah. Dengan demikian setiap harta kekayaan yang dijamin oleh Allah kepada manusia, hendaklah berfungsi benar sebagai barang jaminan yang diberlakukan sebagai ibadah untuk kepentingan yang berfaedah bagi si pemilik dan bermanfaat pula bagi sesama hamba Allah.

Sebab harta yang menjadi jaminan itu akan ditarik kembali oleh Allah apabila harta itu tidak memberikan manfaat bagi agama, sesama hamba, dalam hubungannya dengan keagungan nama Allah Ta'ala. Jaminan itu, berarti Allah Swt adalah pemilik yang syah dari semua harta yang ada di tangan manusia. Allah Ta'ala akan ridho apabila rezeki Allah itu akan menghidupkan syariat, kesejahtraan para hamba Allah, dan tentu Allah akan murka apabila rezeki itu jatuh ke tempat maksiat.

Selain itu pengertian yang dapat diambil dari perkataan sungguh sungguh di atas, adalah menunjukan kemampuan yang cukup untuk mendapatkan rezeki yang telah ditebarkan Allah Ta'ala di muka bumi ini. Kesungguhan mendapat rezeki Allah itu menjadi suatu keharusan, bahkan bisa menjadi wajib apabila rezeki itu akan berguna bagi ibadah seorang hamba. Mencari rezeki Allah itu bagi manusia telah menjadi sunnatullah. Jaminan Allah atas rezeki manusia, sebagaimana Allah telah menjamin rezeki bagi seekor anak hewan yang baru lahir dan membiarkannya hidup, karena Allah telah menyediakannya rezeki. Demikian juga halnya binatang melata ketika lahir, mampu melangsungkan hidupnya karena jaminan Allah atas rezekinya masing masing. Sebagaimana Allah berfirman, "Tiada seekor binatang melata pun di muka bumi ini, melainkan telah dijamin oleh Allah rezekinya.".

Dalam menuntut rezeki di dunia ini Allah tidak akan memaksa manusia agar mendapatkan harta yang berlimpah limpah. Manusia diberi kesempatan memenuhi kebutuhan hidupnya menurut kemampuan mereka masing masing. Yang diajarkan oleh Islam dalam masalah harta ialah agar manusia tidak bersikap berlebih lebihan. Karena sikap ini akan membawa ketamakan. Sedangkan ketamakan akan menjurus kepada kerakusan dan aniaya. Sikap rakus dan aniaya itu akan membutakan mata hati manusia.

Orang mukmin ketika mencari rezeki dengan sungguh sungguh selalu memperhatikan pula cara ber-muamalah, sikap hati hati, serta mampu membedakan antara harta yang halal dan harta yang haram.

Jaminan yang telah diberi oleh Allah dalam hal rezeki ini seperti difirmankan dalam Al-Qur anul Karim, "Perintahlah keluargamu mendirikan sholat, dan berlaku tabahlah menghadapi hidup. Tak perlu kamu bertanya soal rezeki."

Karena Allah Ta'ala telah menjamin rezeki hamba hamba-Nya, maka kesungguhan hamba untuk berikhtiar dan memohon dari Allah sangat dituntut. Pemberian Allah kepada manusia sesuai dengan ketaatan manusia kepada Allah.

Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa kedudukan seorang hamba dalam kaitannya dengan rezeki yang diterimanya dari Allah, sangat erat dengan anugerah yang harus dijaganya. Rezeki sebagai pemberian Allah, haram untuk disia siakan, dan wajib untuk dimanfaatkan bagi agama Allah dan sesama hamba-nya.

Rezeki banyak kaitannya dengan persiapan manusia untuk berjumpa dengan Allah. Rezeki selain menjadi bekal hidup dunia, termasuk pula untuk bekal hidup di Akhirat. Apabila harta yang telah di-rezkikan kepada manusia dipergunakan untuk kepentingan agama dan amal soleh, seperti menginfakkan dan menzakatkannya. Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qur an "Berbekal bekallah kamu, maka sebaik baik bekal adalah menunjukkan ketakwaan kepada Allah."

Ketakwaan dalam harta, tidak lain adalah memberikan harta itu kepada hamba Allah yang berhak menerima. Karena dalam harta setiap muslim itu terkandung hak orang orang dhu'afa.


Narasumber: kitab Al-Hikam

Read more!
posted by yusro @ 06.53   0 comments
Satu Jam Untuk Kebahagiaan Dunia Akhirat

Manusia selalu berada di antara hidayah Allah dan tipu daya syaithan. Kelengahan sedikit saja, syaithan akan bisa menjermusukan seseorang ke dalam lembah yang akan menyia-nyiakan bahkan merusak hidup seseorang. Berikut ini adalah 7 amal penting yang akan menjamin seseorang terhindar dari kondisi negatif itu. Dengan melakukan 7 program ini, seseorang akan diampuni dosanya, dilindungi dari fitnah kubur, dibangunkan rumah di surga, dikabulkan do�anya, dilindungi dari kefakiran, dicukupi kebutuhannya, dibebaskan dari perasaan gelisah. Uniknya lagi, semua hal itu dapat diperoleh hanya dengan membutuhkan waktu kurang lebih 60 menit atau 1 jam saja.

  1. Melakukan 12 rakaat sunnah rawatib. Yakni, 2 rakaat sebelum subuh, 4 rakaat sebelum zuhur, 2 rakaat bada zuhur, 2 rakaat setelah maghrib, dan 2 rakaat setelah isya.
    Manfaat yang diharapkan: Allah akan membangunkan sebuah rumah di surga bagi orang yang senantiasa melakukannya.
    Dalil : Rasulullah saw bersabda, �Barangsiapa yang solat dalam satu hari sebanyak 12 rakaat, sunnah, Allah akan bangunkan baginya rumah di surga.� (HR Muslim)
  2. Sholat dua rakaat tahajjud. Faidah yang diharapkan: Dikabulkannya do�a, diampunkannya dosa, dan dicukupi Allah kebutuhannya. Dalil: Sabda Rasulullah saw, �Allah sw turun setiap malam ke langit dunia, di saat sepertiga malam terakhir dan mengatakan, �Siapa yang berdo�a kepadaku, pasti aku kabulkan. Siapa yang meminta padaku,pasti aku berikan, dan siapa yang memohon ampun padaku, pasti aku ampuni. (HR. Bukhari)
  3. Melakukan sholat duha 2 raka�at, 4 rakaat atau 8 rakaat. Manfaat yang diharapkan: Bernilai shadaqah dari seluruh persendian tulang. Dalil: Rasulullah saw bersabda, �Setiap persendian kalian adalah sadakah, setiap tasbih adalah sadakah, setiap tahmid adalah sadakah, setiap tahlil adalah adakah, setiap takbir adalah sadakah, setiap anjuran pada kebaikan adalah sadakah, setiap larangan dari yang mungkar adalah sadakah, dan semuanya akan mendapat ganjaran yang sama dengan melakukan shalat dua rakaat dari shalat duha.
  4. Membaca surat Al Mulk. Manfaat yang diharapkan: Diselamatkan dari adzab kubur. Dalil : Rasulullah saw bersabda, �Sesungguhnya ada salah satu surat dri Al Qur`an yang terdiri dari 30 ayat. Ia akan memberi syafaat pada seseorang dengan pengampunan dosa. Yaitu surat �tabarakallazi biyadihil mulk.� (HR Turmudzi dan Ahmad. Turmudzi mengatakan, ini adalah hadits hasan)
  5. Mengatakan : Laailaaha illallah wah dahu laa syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa hua ala kulli syai�in qadir dalam satu hari seratus kali. Manfaat yang diharapkan: Terpelihara dari gangguan syaitan selama satu hari, dihapuskan 100 kesalahan dan memperoleh 100 kebaikan.
    Dalil : Rasulullah saw bersabda, �Barangsiapa yang mengatakan �Laa ilaaha illallah wah dahuu laa syariikalah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa ala kulli syai�in qadiir�, maka ia akan mendapat pahala seperti membebaskan 10 budak, ditulis baginya 100 kebaikan, dihapuskan 100 kesalahannya, dan ia akan terpelihara dari syaitan pada hari itu sampai sore, dan tidak ada seorangpun yang lebih baik dari apa yang ia peroleh dari hari itu, kecuali ada orang yang beramal lebih dari itu.�
  6. Shalawat atas Nabi Muhammad saw sebanyak 100 kali.
    Faidah yang diharapkan: Bebas dari bakhil dan mendapat balasan shalawat dari Allah swt. Dalil: Rasulullah saw bersabda, �Barangsiapa yang bershalawat atas diri saya maka Allah akan mendo�akannya sebanyak sepuluh kali.� (HR. Muslim)

    Hadits Rasulullah saw: Orang yang bakhil adalah orang yang bila namaku disebut di hadapannya, kemudian ia tidak bershalawat kepadaku. (HR Turmudzi)
  7. Mengatakan Subhanallah wa bihamdihi, subhanallahil aziim.
    Faidah yang diharapkan: Ditanamkan di surga untuk yang melakukannya 100 batang pohon. Dalil: Rasulullah saw bersabda, �Barangsiapa yang melazimkan istighfar, maka Allah akan memberikan padanya jalankeluar di setiap kesempitan, penyelesaian dari setiap kegundahan, dan diberikan rizki dari sesuatu yang tidak diduga-duga. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Hakim)
Selain tujuh amalan di atas, tentu saja kita harus mengerti bahwa iman dalam Islam bukanlah sekedar sholat,dzikir dan bacaan Al Quran, tapi mencakup perbuatan dan prilaku kita dalam berhubungan sesama manusia. Rasulullah menyebutkan, �Senyum anda kepada saudara anda adalah shadakah, danperintah kepada yang ma�ruf serta larangan dari yang mungkar itu shadakah, petunjukmu pada seorang asing yang tersesat itu sedekah, engkau menuntun orang yang sulit melihat itu shadakah, menyingkirkan batu dan duri dari jalan itu adalah sadakah, dan engkau membantu mengambilkan air untuk sahdaramu itu adalah sedekah.� Hadits riwayat Turmudzi ini menunjukkan bahwa kebaikan seorang muslim, selain ditunjang oleh kebaikan bathinnya juga harus diimplementasikan dalam kebaikannya dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya.

Read more!
posted by yusro @ 06.21   0 comments
Menuju Surga dengan Cinta
Setiap individu pasti akan merasai cinta dan mencintai sesuatu. Cinta adalah perasaan halus yang dimiliki hati setiap manusia, dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Islam, cinta merupakan masalah utama dalam kehidupan dunia dan akhirat. Ini karena Islam sendiri merupakan agama yang berasaskan cinta. Sabda Rasullulah SAW.: "Tiga perkara yang apabila terdapat pada diri seseorang maka ia akan mendapat manisnya iman, yakni: Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain; mencintai seseorang hanya karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam neraka" (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itulah Islam menyeru kepada cinta, yaitu cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah, cinta kepada agama, cinta kepada aqidah, juga cinta kepada sesama makhluk, sebagaimana Allah menjadikan perasaan cinta antara suami istri sebagai sebagian tanda dan bukti kekuasaan-Nya, firman Allah SWT: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Ruum: 21).

Jelaslah bahwa cinta adalah tanda kehidupan ruhani dalam aqidah orang mukmin, seperti halnya cinta juga menjadi dasar dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Selain itu, iman dalam Islam ditegakkan berdasarkan cinta dan kasih sayang, sebagaimana terlukis indah dalam sabda Rasulullah SAW : "Demi Dzat yang diriku ada di tanganNya, kamu tidak akan masuk syurga sehingga kamu beriman, dan kamu tidak akan beriman dengan sempurna hingga kamu saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian lakukan kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian." (HR Muslim)

Dalam hadist diatas, Rasullulah SAW menegaskan bahwa jalan menuju ke syurga bergantung kepada iman, dan iman bergantung kepada cinta. Maka cinta adalah syarat dalam iman, rukun dalam aqidah, dan asas dalam agama.

Cinta dalam Islam adalah kaidah dan sistem yang mempunyai batas. Ia adalah penunjuk ke arah mendidik jiwa, membersihkan akhlaq serta mencegah atau melindungi diri daripada dosa-dosa. Cinta dapat membimbing jiwa agar bersinar cemerlang, penuh dengan perasaan cinta dan dicintai.

Sayangnya dalam kondisi saat ini, cinta yang lahir cenderung penuh hawa nafsu dan menyimpang daripada tujuan murni yang sebenarnya. Setiap saat, setiap hari kita dibuai dengan lagu cinta, dibuat terlena dengan tontonan kisah cinta yang menghanyutkan kita ke dunia khayal yang merugikan. Kini bahkan banyak yang menyalahartikan makna cinta sebenarnya, sehingga terdorong melewati batas pergaulan dan tatasusila seorang mukmin.

Untuk itu, renungkanlah sejenak hakikat kehidupan kita di dunia. Rasullulah SAW bersabda: "Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai diri sendiri." Juga sabda Rasulullah, "Barang siapa ingin mendapatkan manisnya iman, maka hendaklah ia mencintai orang lain karena Allah." (HR Hakim dari Abu Hurairah).

Read more!
posted by yusro @ 05.11   0 comments
Islam Pembela Orang-Orang Lemah (Tafsir Surah Al-Kautsar)
Jumat, 09 Mei 2008

Ini surat Makkiyah, terdiri dari tiga ayat, diturunkan setelah surat Al-‘Adiyat. Hubungan surat ini dengan surat sebelumnya (surat Al-Ma‘un), adalah bila Allah menjelaskan dalam surat terdahulu tentang orang yang mendustakan agama dengan empat macam sifat, yaitu al-bukhl (bakhil), tidak mau melakukan salat, riya, dan tidak mau memberikan pertolongan, maka dalam surat Al-Kautsar Allah menyebutkan sifat-sifat yang dikaruniakan kepada Rasulullah Saw. berupa kebaikan dan keberkahan. Disebut-kan bahwa beliau diberi Al-Kautsar, yang berarti kebaikan yang banyak, dorongan untuk melakukan salat dan membiasakan-nya, ikhlas dalam melakukannya dan bersedekah kepada kaum fuqara.

Asbâb al-nuzûl surat ini ialah sebagai berikut: Orang-orang musyrik Mekkah dan orang-orang munafik Madinah mencela dan mengejek Nabi Saw. dengan beberapa hal. Pertama, orang-orang yang mengikuti beliau adalah orang-orang dhu‘afa, sementara orang-orang yang tidak mengikutinya adalah para pembesar dan pejabat. Andaikan agama yang dibawakan itu benar, tentu pembela-pembelanya itu ada dari kelompok orang pandai yang memiliki kedudukan di antara rekan-rekannya.

Pernyataan mereka seperti itu bukanlah hal yang baru. Dulu, kaum Nabi Nuh a.s. juga berkata demikian kepada nabi mereka. Dikisahkan dalam Al-Quran sebagai berikut: “Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: Kami tidak melihat kamu melainkan (sebagai) manusia biasa seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.
(QS. Hud, 11:27).

Memang sudah begitu adanya, orang yang paling cepat memenuhi dakwah Rasul adalah para dhu‘afa. Itu disebabkan, di antaranya, karena mereka tidak memiliki harta sehingga tidak perlu takut hartanya akan tersia-siakan di jalan dakwah. Orang-orang dhu‘afa juga tidak memiliki pangkat atau kedudukan yang menyebabkan mereka takut akan kehilangan pangkat atau kedudukannya di hadapan kedudukan yang dikaruniakan oleh Shâhib Al-Da‘wah.

Kebersamaan para dhu‘afa itu memang tidak disenangi oleh para tuan dan pembesar. Sehingga, ketika kelak mereka masuk ke dalam agama Allah, mereka masuk dalam keadaan benci. Karena itu seringkali terjadi perdebatan antara mereka dan para rasul. Mereka berusaha untuk melenyapkan dan mengganggu pengikut-pengikut Rasul. Namun Allah menolong rasul-rasul-Nya, memperkuat dan memperkokoh mereka.

Sikap para pembesar seperti itu terjadi pula pada Rasul Saw. Karenanya, sungguh para pembesar telah menentang beliau karena kedengkian mereka kepada Rasul dan para pengikutnya yang ber-kedudukan rendah. Kemudian, ketika mereka melihat putra-putra Rasulullah meninggal, mereka pun berkata: “Terputuslah keturunan Muhammad, dan dia menjadi abtar.” Mereka mengira wafatnya putra-putra Rasul itu sebagai aib, sehingga mereka mencela beliau dengan hal itu, dan berusaha memalingkan manusia dari mengikutinya. Apabila mereka melihat syiddah (kesulitan) yang turun kepada orang-orang Mukmin, mereka senang dan menunggu kekuasaan itu bergeser kepada mereka. Mereka berharap kekuasaan itu hilang dari kaum Muslim, sehingga kedudukan mereka yang sempat digoncang-kan oleh agama baru itu kembali lagi kepada mereka.

Atas dasar itu, surat Al-Kautsar ini turun untuk menegaskan kepada Rasul Saw. bahwa apa yang diharapkan oleh orang-orang kafir itu merupakan harapan yang tidak ada kebenarannya; untuk menggoncangkan jiwa orang-orang yang tidak mau menyerah dalam pendiriannya, yang tidak lembut tiang-tiangnya, orang-orang yang berkepala batu; untuk menolak tipuan orang-orang musyrik dengan sebenar-benarnya; dan untuk mengajarkan kepada mereka bahwa Rasul akan ditolong, sementara pengikut-pengikut-nya akan memperoleh kemenangan.

Tafsir Surah Al-Kautsar

Innâ a‘thainâ ka al-kautsar fashalli lirabbika wanhar inna syâni’aka huwa al-abtar

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar. Maka salatlah kamu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya pembenci-mu itulah yang akan binasa. (QS Al-Kautsar, 108:1-3).

1. Al-Kautsar. Al-kautsar ialah bekal atau belanja dalam jumlah yang banyak. Al-kautsar artinya yang banyak memberi. Yang dimaksud dengan al-kautsar di sini ialah kenabian, agama yang benar, petunjuk dan apa yang ada di dalamnya tentang kebahagiaan di dunia dan akhirat.

2. Al-Abtar. Menurut asal katanya, al­abtar adalah binatang yang terpotong ekornya. Adapun yang dimaksud al-abtar di sini ialah orang yang namanya tidak berlanjut dan jejaknya tidak kekal. Pengumpamaan kekalnya sebutan yang baik dan berlanjutnya jejak yang indah dengan ekor binatang karena ekor binatang itu mengikuti binatangnya dan menjadi perhiasan baginya. Sehingga, orang yang tidak memiliki sebutan yang kekal dan jejak indah yang berlanjut diibaratkan sebagai orang yang ekornya terlepas atau terputus.

Dengan surat ini Allah hendak menegaskan sebagai berikut: Aku telah memberikan kepadamu pemberian yang banyak sekali yang jumlahnya tidak terhitung. Aku telah mengaruniaimu berbagai karunia, yang tidak mungkin sampai pada hakikatnya. Apabila musuh-musuhmu menganggap enteng dan kecil terhadap karunia itu, maka itu disebabkan karena kerusakan pikiran dan lemahnya persepsi mereka. Salatlah kepada Tuhanmu dan berkurbanlah. Jadikanlah salatmu hanya kepada Tuhan saja, dan sembelihlah sembelihanmu yang merupakan pengorbananmu bagi Allah jua. Sebab, Allahlah yang memeliharamu dan melimpah-kan kepadamu segala nikmat-Nya, bukan yang lain, seperti Aku telah memerintahkan kepada para nabi-Ku: Qul inna shalâti wa nusukî wa mahyâya wa mamâti lillâhi rabb al­‘âlamin lâ syarîka lahu wa bidzâlika umirtu wa ana awwal al-muslimîn. Katakanlah, sesungguhnya salatku, pengorbananku, hidupku dan matiku untuk Allah yang mengurus alam semesta ini. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Begitulah aku diperintahkan. Dan aku menjadi Muslim yang pertama.”

Setelah menggembirakan Rasul Saw. dengan sebesar-besarnya kabar gembira, dan meminta beliau untuk bersyukur kepada-Nya atas nikmat dan kesempurnaannya, lalu Allah menegaskan bahwa musuh-musuh beliaulah yang justru akan terkalahkan dan terhinakan, “Inna syâni’aka huwa al-abtar. Sesungguhnya pembencimu, baik yang dulu maupun yang sekarang, akan terputus namanya dari kebaikan dunia dan akhirat, sehingga keturunanmu akan kekal dan akan kekal juga nama dan jejak-jejak keutamaanmu sampai hari kiamat.”

Sebenarnya para pembenci itu tidaklah membenci Rasul karena kepribadiannya. Mereka sebetulnya mencintai beliau lebih dari kecintaan kepada mereka sendiri. Namun, mereka marah kepada apa yang dibawakan oleh beliau berupa petunjuk dan hikmah yang merendahkan agama mereka, mencela apa yang mereka sembah, dan memanggil mereka kepada sesuatu yang berbeda dengan apa yang mereka lakukan selama ini.

Allah sudah menegaskan dan membuktikan kepada pembenci-pembenci Rasul di kalangan Arab dan ajam pada zaman beliau, bahwa mereka akan ditimpa kehinaan dan kerugian, dan tidak tersisa dari mereka kecuali nama yang jelek. Dia juga menegaskan dan membuktikan bahwa Nabi Saw. dan orang-orang yang mendapat petunjuknya akan mendapatkan kedudukan di atas apa pun, sehingga kalimah mereka menjadi kalimah yang paling tinggi.

Allah sudah menegaskan dan membuktikan kepada pembenci-pembenci Rasul di kalangan Arab dan ajam pada zaman beliau, bahwa mereka akan ditimpa kehinaan dan kerugian, dan tidak tersisa dari mereka kecuali nama yang jelek. Dia juga menegaskan dan membuktikan bahwa Nabi Saw. dan orang-orang yang mendapat petunjuknya akan mendapatkan kedudukan di atas apa pun, sehingga mereka menjadi yang paling tinggi.

Al-Hasan rahimahullah berkata: “Orang-orang musyrik disebut abtar karena tujuan mereka terputus sebelum mereka mencapainya. Sejahterakanlah Nabi-Mu, wahai Tuhan kami, yang telah Engkau tinggi-kan namanya; telah Engkau rendahkan para pembencinya, dengan shalawat yang kekal, sekekal zaman.”

Di sini bahkan sampai diriwayatkan ada dua puluh enam mazhab tentang apa yang dimaksud dengan al-kautsar. Tapi kita akan mengambil tharîqah al-jam‘i (teori penggabungan), artinya seluruhnya benar. Kita mengambil yang umum, al-kautsar adalah kenikmatan yang banyak, yang dikaruniakan kepada Muhammad Saw. dan umatnya. Dan kenikmatan itu bisa berupa Al-Quran, atau petunjuk Allah, atau bertambah-nya pengikut beliau sampai akhir zaman hingga tidak terputus setelah beliau meninggal dunia, atau bisa juga telaga di surga.

Memang diriwayatkan dalam Shahîh Al-Bukhâri, bahwa nanti di surga penghuninya akan diberi minum dari telaga yang bernama Al-Kautsar. Al-Bukhari meriwayatkan bahwa pada suatu saat sekian banyak orang akan digiring ke telaga Al-Kautsar. Yang diberi minum dari telaga hanyalah umat Rasulullah Saw. Tetapi ketika sudah mendekat ke telaga Al-Kautsar, mereka diusir oleh para malaikat. Lalu Rasulullah berteriak, “Sahabatku, sahabatku.” Kemudian Allah berfirman, “Tidak. Mereka bukan sahabatmu. Engkau tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu.” Rasulullah pun berkata, “Celakalah orang yang mengganti ajaran-ajaran agamaku setelah aku meninggal.”

Selanjutnya, kata nahr, juga memiliki beberapa makna. Dalam bahasa Arab, salah satu arti kata nahr adalah berkurban. Arti yang lain adalah bagian dada sebelah atas. Sebagian mufassir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nahr ialah mengangkat tangan lurus dengan bahu sebelah atas. Sehingga, kata mereka, maknanya adalah, “Salatlah kepada Tuhanmu, ucapkan kebesaran nama Tuhanmu sambil meng-angkat tangan selurus bahu.” Begitu kata mereka. Pendapat ini didasarkan kepada hadis yang diriwayatkan oleh Abi Hatim, Al-Hakim, Ibn Mardawaih, dan Al-Baihaqi, dalam Sunannya, dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata: “Ketika surat ini diturunkan kepada Nabi Saw., beliau bertanya kepada Jibril: ‘Apa yang dimaksud dengan nahr yang diperintahkan oleh Allah di sini?’ Jibril berkata: ‘Yang dimaksud di sini bukan berkurban. Maksud kata ini adalah memerintahkanmu untuk mengangkat tangan saat menghormat dalam salat, saat takbir, ruku, dan mengangkat kepala dari ruku. Sebab, itulah salat kami dan salat malaikat yang berada di langit yang tujuh. Segala sesuatu itu memiliki perhiasan-nya. Dan perhiasan salat adalah mengangkat tangan pada setiap takbir.’”

Adapun mengenai al-abtar, Al- Maraghi menyebutkan ada beberapa hal, yaitu:

1. Dulu, pengikut-pengikut Rasul Saw. yang pertama adalah kelompok dhu‘afa, fuqara dan orang miskin. Kebanyakan mereka bodoh-bodoh sehingga diejek dengan sebutan sufahâ’, orang-orang bodoh, walaupun kemudian Allah menegaskan, alâ innahum hum al-sufahâ’, mereka (para pembesar) itulah yang bodoh. Mereka (para pembesar) itu meng-anggap bahwa kalau agama yang dibawa oleh Muhammad itu benar, tentu pengikutnya adalah orang-orang pandai, orang-orang besar, dan orang-orang yang mengerti. Tetapi, mengapa para pengikutnya justru orang-orang bodoh? Karena itulah mereka menganggap bahwa agama itu akan cepat abtar, akan cepat lenyap, cepat terputus.

2. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. mempunyai beberapa orang putra. Putra tertua bernama Al-Qasim. Kemudian Zainab, Abdullah, Ummu Kultsum, Ruqayyah, dan Fathimah. Al-Qasim meninggal. Setelah ia meninggal, Abdullah pun meninggal. Maka, berkatalah Al-‘Ashi bin Wail Al-Sahmi, salah seorang pembesar Quraisy: “Sudah terputus keturunan Muhammad; ia menjadi abtar, orang yang terputus keturunannya.” Sebab itulah Allah menurunkan ayat, Inna syâni’aka huwa al-abtar (Sesunguhnya pembencimulah yang akan binasa). Itulah pula sebabnya sebagian ulama men-jelaskan bahwa yang dimaksud al­kautsar dalam surat ini adalah keturunan Rasulullah Saw., yakni janji Allah bahwa keturunan Muhammad tidak akan terputus, melainkan beranak pinak dalam jumlah yang banyak. Dahulu, orang Arab menyebut seorang anak dengan nama bapaknya. Jadi, jika seseorang tidak mem-punyai anak, maka namanya tidak akan disebut-sebut orang. Dan ternyata, nama Rasulullah terus berlanjut dengan kenangan yang baik, hingga sekarang.

3. Merupakan sunnah para nabi bahwa para pengikutnya pada umumnya berasal dari kelompok dhu‘afa, dan bahwa para nabi dan pengikutnya selalu memilih bergaul dengan kelompok dhu‘afa. Di India, saya mendengar bahwa Islam berkembang pesat karena para ulamanya mendekati kelompok orang yang tidak memiliki kasta. Orang-orang yang terlempar dari sistem kasta itu kemudian masuk ke dalam Islam dengan berbondong-bondong, hingga orang-orang Hindu ter-paksa menggunakan kekuasaan mereka, membunuh orang-orang Islam. Islam memiliki daya tarik yang besar bagi kelompok dhu‘afa, orang-orang lemah. Saya perlu menegaskan ini berkali-kali. Karena, selama ini orientasi dakwah kita hanya tertuju kepada kelompok elit saja, atau kelompok menengah yang sekarang bangkit. Sementara orang-orang miskin, dhu‘afa didekati oleh orang-orang Kristen, sehingga beberapa tempat telah dikristenisasikan.

Dalam Al-Qur’an, yang dimaksud dhu‘afa bukan saja lemah dalam arti materi, tapi juga ilmu. Tapi, titik beratnya adalah dhu‘afa dari segi materi. Orang yang lemah dari sisi kekayaan, biasanya lemah juga dari sisi ilmu pengetahuan, kehidupan politik, dan kehidupan sosial. Dhu‘afa adalah kelompok lemah, orang-orang kecil. Al-Quran memiliki istilah lain, mustadh‘afîn, yakni orang-orang yang ditindas, dilemahkan.

Dari seluruh pilihan hidup, intinya hanya dua: kebaikan dan kejahatan. Kedua pilihan itu telah ditiupkan secara inspiratif (ilham) dalam setiap jiwa manusia. Secara fitrah, setiap orang mampu membedakan kebaikan dari kejahatan, setidaknya secara universal. Secara naluriah-psikologis, setiap orang membenarkan bahwa menghormati hak asasi adalah kebaikan, sementara meleceh-kannya berarti kejahatan; bahwa berbuat adil adalah kebaikan, sementara bertindak tiran dan zalim adalah keburukan. Potensi ini telah “diwahyukan” langsung oleh Sang Pencipta. Ini misalnya ditegaskan dalam beberapa ayat berikut: “Kami telah menunjukkan kepada manusia dua jalan” (QS 90:10); “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia (jalan) kefasikan dan ketakwaannya” (QS 91:8); “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan (yang lurus): ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir” (QS 76:3).

Read more!
posted by yusro @ 20.28   0 comments
Akidah Atau Qaidah Fikriyah
AKIDAH ATAU QAIDAH FIKRIYAH
Akidah didefiniskan sebagai pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan; tentang sesuatu yang ada sebelum dan sesudah kehidupan serta tentang hubungannya dengan sesuatu yang ada sebelum dan sesudah kehidupan tersebut.
Akan tetapi, apakah pemikiran menyeluruh tersebut sudah cukup untuk menjadi qaidah fikriyah, dimana qaidah fikriyah tersebut akan menjadi landasan seluruh pemikiran yang mungkin akan dijalankan oleh manusia dalam kehidupannya? Apakah mungkin pemikiran tersebut mencakup seluruh aspek kehidupan dan tidak terbatas pada satu aspek saja tapi tidak mencakup aspek yang lain? Apakah pemikiran mendasar tersebut dapat diemban sehingga dapat eksis dalam realitas kehidupan? Dengan kata lain apakah akidah itu mengandung tata cara untuk merealisasikan konsepnya dalam kehidupan dan juga tata cara untuk menerapkannya serta memeliharanya. Yakni apakah akidah itu mencakup metode yang akan menjadikan akidah tersebut eksis dan terpelihara serta dapat menjelaskan tata cara untuk menyelesaikan permasalahan manusia dan tata cara mengembannya kepada manusia?
Jawaban positif atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadikan akidah tersebut sebagai qaidah fikriyah yang sebenarnya (hakiki), yang melahirkan seluruh solusi bagi permasalahan kehidupan manusia dan menjadi landasan seluruh pemikiran yang mungkin dapat diwujudkan oleh manusia. Akidah tersebut harus memiliki tata cara tertentu untuk menerapkan solusi-solusinya, tata cara untuk memelihara idenya dan tata cara untuk mengembannya kepada manusia, yakni metode untuk merealisasikam akidah tersebut dalam fakta kehidupan. Apabila keadaannya seperti itu, maka akidah tersebut adalah akidah yang bersifat akliyah yang melahirkan sistem peraturan hidup manusia di muka bumi ini. Pada saat yang sama, diletakkan pula landasan untuk menerapkan sistem peraturan tersebut dan menyampaikannya kepada seluruh manusia. Hal itu karena akidah tersebut tidak hanya mencakup satu aspek saja melainkan mencakup aspek yang lain juga; tidak hanya memandang sekelompok orang tanpa memandang yang lain melainkan memandang manusia berdasarkan kedudukannya sebagai manusia; tidak membatasi hanya pada salah satu wilayah saja melainkan memandang alam ini secara menyeluruh; tidak hanya membatasi pada masalah nasehat, saran dan petunjuk semata melainkan memiliki tata cara tertentu yang memungkinkan manusia untuk merealisasikannya dalam realitas kehidupan serta dapat menerapkan aturan-aturan dan solusi-solusi yang dimilikinya.
Dengan demikian, manusia dapat hidup dengan akidah dan demi akidah tersebut serta memimpin sesamanya dengan akidah tersebut. Maksudnya, manusia tunduk pada akidah tersebut dan mengikutinya serta memimpin sesamanya dengan akidah tersebut. Dengan demikian, akidah itu juga akan menjadi qiyadah fikriyah.
Itulah yang menjadi syarat bagi akidah agar menjadi qaidah fikriyah yang akan menjadi landasan seluruh pemikirannya dan agar dapat mengantarkan pada kebangkitan yang sesungguhnya, sebagaimana qaidah fikriyah itu juga dijadikan sebagai alat pengukur kebenaran sebuah kebangkitan. Apabila akidah –pemikiran menyeluruh- tersebut benar maka kebangkitannya pun akan benar. Apabila akidahnya salah maka kebangkitan yang dihasilkannya pun akan salah. Oleh karena itu, pemikiran menyeluruh –akidah- tersebut harus merupakan pemikiran yang yang meyakinkan, sesuai dengan fitrah dan memuaskan akal sehingga hati manusia merasa tentram dan bahagia.
Memang betul, mungkin saja terdapat akidah-akidah yang terbatas padahal akidah-akidah tersebut merupakan pemikiran menyeluruh tentang alam, manusia dan kehidupan tetapi hanya terbatas pada satu aspek kehidupan manusia saja yaitu aspek hubungannya dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan atau sesuatu yang ada setelah kehidupan atau hanya terbatas pada konsep solusi saja dan tidak menjelaskan tata cara pelaksanaan solusi tersebut sehingga bisa jadi hanya bersifat individu atau bersifat filsafat atau hanya terbatas pada sekelompok orang atau bangsa tertentu tetapi tidak untuk bangsa lain. Akidah-akidah seperti itu walaupun merupakan pemikiran menyeluruh, akan tetapi akidah-akidah tersebut tidak akan dapat membangkitkan manusia berdasarkan kedudukannya sebagai manusia atau memberikan kebahagiaan kepada manusia.
Akidah Yahudi misalnya, merupakan pemikiran menyeluruh tentang alam, manusia dan kehidupan; serta tentang hubungan kehidupan ini dengan sesuatu yang ada sebelum dan setelah kehidupan tersebut. Hanya saja, akidah yahudi tersebut hanya terbatas pada sebagian solusi tetapi tidak untuk sebagian lainya. Itu dari satu sisi. Sedangkan dari sisi lain, akidah Yahudi tersebut hanya terbatas pada bangsa tertentu sehingga akaidah Yahudi tersebut merupakan akidah yang bersifat khusus untuk Bani Israel atau dengan kata lain merupakan akidah yang bersifat kebangsaan. Dengan demikian, akidah yahudi tersebut tidak layak bagi umat manusia pada masa kapanpun atau untuk manusia yang senantiasa berkembang sehingga akidah Yahudi tersebut merupakan akidah yang bersifat kebangsaan dan hanya terbatas untuk masa tertentu saja. Dengan demikian, akidah Yahudi tersebut merupakan akidah yang terbatas dan tidak layak.
Sedangkan akidah Nashrani, walaupun merupakan pemikiran menyeluruh tentang alam, manusia dan kehidupan; akan tetapi akidah tersebut hanya terbatas pada kumpulan nasehat yang berkaitan dengan sebagian aspek kehidupan individu. Hal itu sebagaimana keterbatasannya dalam menetapkan tata cara untuk memelihara konsepnya atau untuk menerapkan nasehat-nasehat yang dimilikinya tersebut. Hal itu karena akidah Nashrani hanya sebatas pada hubungan manusia dengan Penciptanya yaitu berkaitan dengan perkara ibadah, sebagian makanan dan sebagian perkara pernikahan. Hal itu sebagaimana nasehat yang diberikannya kepada individu-individu agar tidak melakukan sebagian perbuatan buruk –yang dikenal dengan nama Sepuluh Perintah, yaitu tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh, dan seterusnya- dan perkara-perkara lainnya. Setiap individu dibiarkan melakukannya sendiri dan tidak menentukan tata cara tertentu untuk menjalankannya atau tata cara untuk memelihara akidahnya itu sendiri secara khusus. Akidah itu menyatakan sebagaimana yang diduga oleh para penganutnya,”Berikanlah hak kaisar kepada kaisar dan berikan hak Tuhan kepada Tuhan.”
Hal itu sebagaimana sejumlah akidah dan pemikiran filsafat yang pandangannya mencakup seluruh alam, memandang manusia dengan kedudukannya sebagai manusia, membuat konsep solusi bagi permasalahan manusia dan mengatur hubungan di antara mereka akan tetapi mereka tidak mampu untuk membuat metode penerapan konsep solusi dan pemikiran tersebut. Misalnya, Republik-nya Plato, Al-Madinah Al-Fadhilah (kota yang utama, pen.)-nya Al-Farabi atau yang lainnya. Oleh karena itu, akidah dan pemikiran yang bersifat umum seperti itu tidak akan dapat dijadikan asas bagi kebangkitan atau dijadikan metode menuju kebangkitan. Hal itu disebabkan karena kebangkitan dan tata cara untuk sampai ke sana atau perjalanan menuju kebangkitan itu mengharuskan adanya beberapa hal berikut:
Pertama, adanya pemikiran yang menyeluruh tentang alam, manusia dan kehidupan; tentang sesuati yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dan hubungan kehidupan itu dengan sesuatu yang ada sebelum dan sesudahnya. Dengan demikian, manusia dapat memahami apa makna keberadaannya di dalam kehidupan ini. Selanjutnya, manusia dapat menentukan pemahamannya tentang kehidupan dunia tersebut sehingga manusia dapat mengendalikan perilakunya dalam kehidupan dunia ini berdasarkan pemikiran yang menyeluruh tersebut, berdasarkan pemikiran-pemikiran yang dibangun di atas pemikiran menyeluruh tersebut serta berdasarkan makna-makna, pemahaman-pemahaman dan solusi-solusi bagi permasalahan kehidupan yang berasal dari pemikiran menyeluruh tersebut.
Kedua, pemikiran menyeluruh tersebut harus mencakup solusi-solusi bagi permasalahan individu yang mendasar yaitu memahami makna keberadaannya dalam kehidupan sebagaimana pemikiran menyeluruh tersebut mencakup solusi-solusi permasalahan manusia secara keseluruhan. Hal itu dilakukan dengan cara melakukan pengaturan hubungan manusia secara keseluruhan yakni melakukan pengaturan terhadap tindakan dan perilaku manusia dalam kehidupan ini. Dengan demikian, tidak membiarkan manusia selalu berselisih serta tidak membuat menusia merasa takut, was-was, goncang dan kacau balau akibat merasa takut kepada dirinya sendiri atau merasa takut terhadap sesamanya atau merasa takut kehilangan kemuliaannya atau merasa jauh dari rasa aman. Maksudnya, bahwa pemikiran menyeluruh tersebut harus memiliki asas-asas untuk menyelesaikan seluruh permasalahan kehidupan yang dijalani manusia di muka bumi ini yaitu kehidupan dunia.
Ketiga, akidah tersebut harus mempunyai potensi untuk menyebar kepada umat manusia sehingga tidak hanya terbatas pada kaum tertentu saja melainkan untuk kaum yang lain juga. Allah SWT berfirman: {“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian terdiri dari laki-laki dan wanita serta menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian.”}(Q. S. Al-Hujurat: 13). Hal itu disebabkan karena pemikiran yang menyeluruh tersebut merupakan pemikiran yang lengkap. Pemikiran tersebut pada dasarnya memandang manusia dari sisi manusia sebagai manusia. Hal itu juga merupakan pemikiran yakni merupakan kesimpulan yang bersifat akal. Dengan demikian, hal itu merupakan penetapan hukum berdasarkan akal atas seluruh perkara yang dapat diindra. Oleh karena itu, pemikiran tersebut harus bersifat akal yakni menyeru akal manusia dan menjadikan akal sebagai manathu taklif (objek pembebanan hukum syara, pen).
Karena demikian adanya, maka pemikiran tersebut harus mencakup kewajiban untuk menyebarkannya dan beraktivitas berdasarkan pemikiran tersebut dan demi pemikiran tersebut pula. Dengan demikian pemikiran tersebut dapat dinamai sebagai qaidah fikriyah dan qiyadah fikriyah dimana manusia tunduk terhadapnya dan menjadikannya sebagai tuntunan sehingga orang lain pun menjadikannya sebagai tuntunan pula atau menjadikan mereka semua dituntun oleh pemikiran tersebut.
Keempat, memiliki tata cara untuk melindungi dan melanggengkan pemikiran menyeluruh itu sendiri agar bersih dan jernih. Oleh karena itu, pemikiran tersebut tidak boleh dicemari oleh noda yang akan mengotori kebersihannya dan tidak boleh tersisipi oleh perkara-perkara yang bukan berasal dari pemikiran itu sendiri sehingga akan menghilangkan kejernihannya. Pemikiran tersebut juga harus bersifat akliyah yang meyakinkan sehingga jauh dari keraguan dan jauh dari segala perkara yang tidak ditegakkan berdasarkan dalil yang telah diyakini kebenarannya. Allah SWT berfirman: {“Tidaklah mereka kecuali mengikuti persangkaannya dan sesungguhnya persangkaan itu tidak berguna sedikitpun terhadap kebenaran.”}(Q. S. An-Najm: 28). Dalam perkara itu tidak cukup hanya dengan nasehat semata melainkan harus ada pula sanksi-sanksi atas orang-orang yang berupaya untuk mengubah pemikiran tersebut atau merusaknya atau mengambilnya berdasarkan persangkaan.
Kelima, akidah tersebut harus mempunyai tata cara untuk menerapkan solusi yang dimilikinya dan juga mempunyai metode yang memungkinnya untuk merealisasikan solusi-solusi yang dimilikinya itu dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, tidak cukup hanya menjadikan solusi-solusi tersebut sebagai nasehat atau wejangan atau hanya untuk individu, yang bisa dilaksanakan bila individu itu mau atau bisa juga menolaknya. Melainkan, akidah tersebut harus memiliki metode bagi solusi-solusi yang dikandungnya. Keberadaan metode itu sangat penting bagi kehidupan individu, manusia dan masyarakat baik mereka menghendaki ataupun tidak.
Oleh karena itu, ketika akidah tersebut memberikan nasehat untuk memelihara jiwa manusia, akidah tersebut juga mempunyai metode untuk menerapkan nasehat itu yaitu menghukum mati orang yang melakukan pembunuhan. Ketika akidah tersebut memerintahkan untuk memelihara akal maka akidah tersebut juga mempunyai metode untuk menerapkan hal itu yaitu mencambuk orang yang mabuk karena minuman keras. Ketika akidah itu menyatakan akan memelihara kemuliaan manusia maka akidah tersebut juga harus mempunyai tata cara untuk menerapkannya yaitu mencambuk orang yang mengajukan tuduhan palsu. Ketika akidah tersebut mewajibkan untuk memelihara keturunan yakni memelihara ras manusia maka akidah tersebut juga memberikan sanksi denda terhadap tindakan pengebirian, pemandulan dan sterilisasi. Ketika akidah tersebut menyatakan tidak boleh terjadi kesimpangsiuran nasab (keturunan) maka akidah tersebut menetapkan sanksi hukuman mati bagi orang yang berbuat asusila –hukuman rajam- terhadap orang yang melakukan zina dan dia sudah pernah menikah, sehingga dapat memelihara ras manusia dan keturunannya. Ketika akidah tersebut memerintahkan untuk memelihara harta benda dan kepemilikan manusia maka akidah tersebut juga menetapkan metode untuk menerapkan hal itu yaitu memotong tangan pencuri. Ketika akidah tersebut hendak menciptakan ketentraman dalam jiwa-jiwa manusia serta menciptakan rasa aman dan tenang dalam masyarakat maka akidah tersebut juga harus menetapkan sanksi bagi orang yang mengancam keamanan dan kehidupan masyarakat yaitu hukuman mati atau penyaliban atau memotong anggota tubuh secara bersilangan (memotong tangan kanan dan kaki kiri atau memotong tangan kiri dan kaki kanan, pen.). Ketika akidah tersebut menyatakan akan memelihara dirinya (akidah itu sendiri) maka akidah tersebut menetapkan hukum mati bagi orang yang murtad (keluar dari akidah). Ketika akidah tersebut mewajibkan untuk menerapkan hukum-hukum tersebut secara menyeluruh dan untuk merealisasikan pemikirannya dalam kehidupan nyata maka akidah itu juga akan mewajibkan manusia untuk mengangkat seseorang di antara mereka untuk menjalankan penerapannya, yakni mewajibkan pembai’atan seorang khalifah untuk menjalankan semua itu dan menetapkan sanksi kepada orang yang keluar dari ketaatan terhadap khalifah tersebut yakni terhadap negara dengan hukuman mati. Demikianlah, akidah tersebut tidak memberikan solusi kecuali menetapkan pula tata cara tertentu untuk menerapkannya, dimana hal itu dilakukan secara langsung oleh negara. Ringkasnya, akidah tersebut tidak hanya mencukupkan diri dengan menetapkan solusi-solusi bagi manusia dengan cara menjelaskan bagaimana manusia mengatur perilakunya dan memenuhi kebutuhan jasmani dan nalurinya, melainkan juga menetapkan tata cara tertentu untuk menerapkan seluruh solusi tersebut. Maksudnya, akidah tersebut tidak hanya mencukupkan diri dengan menulis resep obat untuk orang yang sakit dan membiarkannya sembuh sendiri, melainkan berlaku seperti rumah sakit yang tertib dimana didalamnya terdapat para perawat yang akan memberikan obat kepada para pasen baik dengan cara suka rela ataupun dengan cara paksa. Hingga dalam pengaturan urusan individu sendiri –yaitu hubungan individu dengan dirinya atau hubungan individu dengan tuhannya- tidaklah cukup hanya menetapkan solusi semata tetapi juga harus menerapkan solusi tersebut. Dengan demikian, tidak boleh mengobati pasen dengan solusi peribadatan seperti shalat misalnya. Akidah mengharuskan para aparat penyelenggara pemerintahan untuk memberikan pula sanksi sebagai pencegahan sehingga solusi tersebut bisa berjalan. Ketika seseorang tidak terikat dengan solusi yang ditetapkan oleh khalifah yang berkaitan dengan makanan misalnya, maka dia harus dijatuhi sanksi yang memadai untuk mencegahnya dan agar dia menempuh jalan yang lurus dan baik.
Keenam, sebagaimana yang telah kami katakan bahwa akidah itu adalah pemikiran menyeluruh yang membahas manusia dilihat dari aspek dia sebagai manusia dan berupaya merealisasikan kebahagiaan dan kebangkitannya maka akidah tersebut mengharuskan adanya pengembanan akidah itu sendiri kepada manusia dan mendakwahkannya kepada mereka agar mereka menganut akidah tersebut. Akidah itu menyeru akal-akal mereka untuk mengetahui hakekat akidah tersebut serta menyampaikan hujah-hujah dan bukti-bukti kebenarannya. Hanya saja, akidah tersebut tidak boleh membiarkan hal itu hanya sebagai anjuran yang akan diterapkan oleh seorang individu apabila dia menghendaki. Melainkan juga menetapkan tata cara tertentu yang akan menjelaskan bagaimana mengemban pemikiran tersebut kepada manusia serta menetapkan metode yang akan mengenalkan manusia pada hakekat akidah tersebut tanpa ada rintangan yang akan menutupi penglihatan mereka atau menyamarkan gambarannya. Contoh:
Ketika Allah SWT memerintahkan kaum muslimin untuk mengemban dakwah kepada manusia: {“Dan tidaklah Kami mengutusmu kecuali sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan untuk seluruh manusia.”}(Q. S. Saba: 28). Maka hal itu tidak cukup hanya sebagai nasehat semata. Hal itu sebagaimana firman-Nya: {“Serulah kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah, nasehat yang baik dan berdiskusilah dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabb-mu lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapatkan petunjuk.”}(Q. S. An-Nahl: 125). Atau seperti firman-Nya: {“Dan siapa lagi yang lebih baik perkataannya dari orang yang menyeru kepada Allah dan berbuat amal saleh serta berkata,”Sesungguhnya aku termasuk golongan orang-orang berserah diri.”}(Q. S. Fushilat: 33). Seruan (dakwah) tersebut merupakan konsep yang berkaitan dengan takatul hizbi (partai politik idologis) yang telah dijalankan oleh Rasulullah SAW. Ayat tersebut menjelaskan seluruh langkah dan tahapan yang dituntut oleh dakwah agar sampai pada pemberlakuan dan pelaksanaan akidah sehingga beliau dapat menegakkan daulah Islam dan secara langsung melaksanakan solusi-solusi tersebut. Kemudian, beliau berpindah ke tahapan baru yang berbeda dengan tahapan tersebut.
Tidak cukup hanya dengan itu dan tidak berhenti sampai batas itu, melainkan Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya dan juga kepada orang-orang yang beriman untuk menghancurkan rintangan-rintangan yang bersifat fisik yang menghadang di hadapan dakwah. Hal itu karena metode menyebarkan dakwah pada tahap tersebut mengharuskan adanya penerapan sistem Islam dan pemberlakuan hukum-hukumnya terhadap manusia agar mereka mengetahui kebenaran dari pemikirannya dan mereka pun dapat melihat keadilan perundang-undangannya tanpa ada penghalang atau penyimpangan dan pemaksaan. Oleh karena itu, ayat-ayat yang memerintahkan kaum muslimin untuk berjihad dan memerangi orang-orang kafir yang menghalangi kaum muslimin senantiasa beriringan dengan pemberlakuan Islam terhadap manusia. Firman Allah SWT: {“Telah diijinkan bagi orang-orang yang diperangai (untuk berperang) karena mereka telah dizalimi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk menolong mereka.”}(Q. S. Al-Hajj: 39). Juga firman-Nya: {“Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir maka penggallah leher-leher mereka sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka, maka tawanlah mereka dan sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti.”}(Q. S. Muhammad: 4). Sama saja baik orang yang beriman kepada Allah tetapi menolak beriman terhadap kenabian Muhammad SAW seperti orang-orang Yahudi dan Nashrani maupun orang-orang yang ingkar terhadap Allah dan ingkar terhadap kenabian seperti orang-orang musyrik Arab, Majusi dan sebagainya. Hal itu dilakukan dalam rangka pemberlakuan Islam terhadap mereka agar mereka dapat melihat kebenaran pemikiran Islam dan menyaksikan keadilannya tanpa melalui kekerasan dan pemaksaan serta jauh dari kesesatan, iri dan dengki. Allah SWT berfirman: {“Perangilah oleh kalian orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, tidak beriman kepada hari akhir, tidak mengharamkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang tidak menganut agama yang benar dari kalangan orang-orang yang telah diberi kitab hingga mereka memberi jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”}(Q. S. At-Taubah: 29).
Firman Allah SWT: {“Wahai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitarmu dan hendaklah mereka menemukan kekerasan dalam diri kalian. Ketahuilah oleh kalian bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa.”}(Q. S. At-Taubah: 123). Hal itu sebagaimana perjalanan Rasulullah SAW sepanjang hayatnya yang merupakan penerapan mabda Islam secara nyata. Telah diriwayatkan dari beliau peristiwa sebagai berikut: dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, dia berkata,”Apabila Rasulullah SAW mengangkat seorang panglima perang atau kepala pasukan, beliau menasehatinya secara khusus berkaitan dengan ketakwaannya kepada Allah dan orang-orang yang bersamanya dari kalangan kaum muslimin dengan kebaikan. Kemudian beliau berkata,”Berperanglah kalian atas nama Allah. Perangilah oleh kalian orang-orang yang inkar kepada Allah. Berperanglah kalian dan janganlah kalian berkhianat, jangan melanggar janji dan jangan memberikan hukuman terlalu berat dan jangan membunuh anak-anak. Apabila engkau bertemu dengan musuhmu dari kalangan orang-orang musyrik maka serulah mereka kepada tiga hal. Apapun dari ketiga hal itu yang mereka pilih maka terimalah dan tahanlah dirimu untuk berbuat sesuatu kepada mereka. Serulah mereka kepada Islam. apabila mereka menyambutnya maka terimalah mereka dan hentikanlah peperangan terhadap mereka kemudian serulah mereka untuk berpindah dari negeri mereka (darul kufur) ke negeri kaum Muhajirin (darul Islam) dan beritahukanlah kepada mereka bahwa apabila mereka melakukan hal itu maka mereka akan mendapatkan hak sama sebagaimana yang diperoleh kaum muhajirin dan juga akan memperoleh kewajiban yang sama sebagaimana kewajiban kaum muhajirin. Apabila mereka menolak untuk berpindah dari negeri mereka itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka seperti orang-orang Arab yang muslim. Bagi mereka berlaku apa yang berlaku bagi kaum muslimin. Mereka tidak akan mendapatkan bagian dari fai atau ghanimah sedikitpun kecuali melakukan jihad. Apabila mereka menolak untuk masuk Islam maka mintalah dari mereka jizyah. Apabila mereka menyambutnya maka terimalah dan hentikanlah peperangan terhadap mereka. Apabila mereka menolak memberikan jizyah maka mohonlah pertolongan kepada Allah untuk menghadapi mereka.” (H. R. Muslim, Ibnu Majah dan Ad-Darimi).
Sebagaimana terdapat dalam sirah beliau ketika beliau berhijrah dari Makkah ke Madinah. Beliau menyeru para pemuka kota Madinah dan para tokoh masyarakat yang di dalamnya terdapat para pemimpin Yahudi. Beliau mendiktekan konstitusi pertama kepada Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah yang menjelaskan hubungan yang bersifat umum antara sebagian kaum muslimin dengan sebagian kaum muslimin yang lain dan antara kaum muslimin dengan selain mereka, dimana hal itu disaksikan dan didengar oleh para pemuka kaum. Beliau tidak mencukupkan hanya sampai di situ, melainkan meminta pernyataan dan tanda tangan dari mereka serta menjadikan orang-orang meminta penyelesaian hukum kepada beliau termasuk di dalamnya orang-orang Yahudi padahal mereka adalah ahli kitab. Hanya saja, ketika orang-orang Yahudi mengingkari perjanjian mereka –itulah karakter mereka- maka beliau menetapkan hukum dengan hukum-hukum yang sesuai dengan tindakan mereka yaitu mengingkari perjanjian. Di antara mereka ada yang diperangi seperti Bani Quraizhah. Di antara mereka ada yang diusir seperti Bani Nadhir. Wilayah kekuasaan beliau semakin meluas melalui futuhat, sama saja apakah tanah orang-orang musyrik Arab seperti Makkah atau tanah orang-orang Yahudi seperti Khaibar. Ketika Khaibar ditaklukkan dengan kekuatan senjata maka penduduknya berada di bawah pemerintahan dan kekuasaannya. Beliau membiarkan mereka tetap berada di daerah dan tanah mereka berdasarkan pada perjanjian Al-Masafah. Beliau tidak memaksa seorangpun di antara mereka untuk masuk Islam. Beliau juga mengirim tentaranya untuk memerangi Romawi dalam perang Mu’tah padahal mereka adalah orang-orang Nashrani yang termasuk kalangan ahli kitab.
Sirah Rasulullah SAW telah menjelaskan dua hal, yaitu: pertama, metode mewujudkan Islam dalam realitas kehidupan dengan cara menegakkkan sebuah Daulah Islam, yang memiliki hukum-hukum yang khusus. Kedua, metode penerapan Islam, solusi-solusinya, hukum-hukumnya dan penyebarannya kepada seluruh manusia.
Hal itu sebagaimana telah dijelaskan dalam perkara yang pertama, yaitu berkaitan dengan takatul (pembentukan partai politik), dakwah, aktivitas politik, perbandingan hujah dengan hujah, penjelasan mengenai kerusakan-kerusakan yang terjadi pada umat manusia serta serangan para pemimpin orang-orang kafir dan pembuat kerusakan, yakni perang pemikiran dan perjuangan politik.
Sedangkan pada perkara yang kedua dijelaskan mengenai penanganan urusan-urusan umat, penegakan hudud (hukum Allah), mencegah penyimpangan serta memperluas kekuasaan Islam melalui jihad. Hal itu dilakukan agar mereka dapat menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri kebenaran dakwah dan keadilan syariat. Maksudnya, harus ada pengangkatan kaum muslimin atas seseorang yang akan menangani urusan-urusan yang bukan merupakan urusan individu melainkan merupakan urusan penguasa yaitu khalifah.
Itulah enam syarat yang harus ada pada sebuah pemikiran menyeluruh yang ingin membangkitkan umat. Ringkasnya, pemikiran menyeluruh itu harus berupa mabda (ideologi) yang berdiri di atas akidah akliyah yang melahirkan sebuah sistem. Pemikiran tersebut merupakan pemikiran yang dapat menjelaskan akidah, solusi-solusi atas permasalahan manusia dan tata cara pengembanan dakwah. Pemikiran tersebut juga harus menjelaskan tata cara untuk memelihara ideologi itu sendiri, tata cara untuk menerapkan solusi-solusi yang dimilikinya dan tata cara mengemban idologi tersebut kepada manusia.
Itulah landasan yang benar, yang di atasnya ditegakkan kebangkitan. Selain asas tersebut maka hal itu merupakan asas yang bersifat tambal sulam, penampakan yang menipu, kesesatan dan kedustaan.

Yang menjadi masalah adalah:
Apakah akidah-akidah tersebut merupakan asas bagi sistem dan merupakan sumber bagi peraturan perundang-undangan yang dijalankan untuk mengatur tingkah laku manusia? Apakah akidah-akidah tersebut dapat menjawab kelima pertanyaan tersebut, yang akan membuktikannya sebagai sebuah akidah?
Harus juga terbentuk pemikiran tentang perkara-perkara yang ada wujudnya –alam semesta, kehidupan dan manusia- apakah semuanya itu bersifat azali atau merupakan makhluk yang diciptakan oleh Yang Maha Pencipta? Apa sesuatu yang ada sebelum semua itu? Apa sesuatu yang ada setelah semua itu? Apa kaitan antara semua itu dengan sesuatu yang ada sebelumnya dan apa kaitan antara semua itu dengan sesuatu yang ada setelahnya? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap pemikir yang ingin menapaki jalan kehidupannya. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menentukan perilakunya dalam kehidupan yakni akan mengetahui makna keberadaannya dalam kehidupan, bagaimana menjalani kehidupan tersebut dan kemana dia akan pergi setelah kehidupan tersebut.
Betul, itulah pertanyaan-pertanyaannya. Akidah menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan jawaban yang akan memberikan kejelasan kepada manusia untuk mengetahui makna keberadaannya dan bagaimana dia menjalaninya. Akidah juga akan menjelaskan kaitan kehidupan dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan tersebut dan dengan sesuatu yang ada setelahnya. Hal itu berarti penjelasan mengenai apa yang harus dikerjakan manusia dalam kehidupan. Oleh karena itu, akidah materialisme menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menyatakan bahwa tidak ada yang namanya Tuhan dan bahwa kehidupan ini adalah materi. Materi merupakan sesuatu yang bersifat azali. Materi itu akan berkembang menjadi sumber bagi segala sesuatu. Dengan demikian, pemikiran dan akal merupakan hasil dari materi. Materi merupakan sumber pemikiran. Hubungan-hubungan produksi akan dibatasi oleh alat-alat produksi. Alat-alat produksi merupakan hasil dari perkembangan materi. Selanjutnya, hubungan-hubungan produksi berkembang mengikuti perkembangan materi yakni mengikuti perkembangan alat-alat produksi.
Dengan demikian, materialisme –yaitu akidah mereka- senantiasa berkembang sesuai dengan asumsi mereka yaitu sebagai sumber pemikiran mereka, sumber dari sistem mereka dan sumber perundang-undangan mereka. Dengan demikian, batu, kapak, traktor, mobil, kapal terbang dan roket merupakan sesuatu yang akan menentukan sistem yang digunakan untuk mengatur hubungan antar manusia. Itulah asumsi mereka dan merupakan sesuatu yang diniscayakan oleh akidah yang mereka percayai dan mereka anut.
Adapun akidah Kapitalisme, yakni Demokrasi menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan cara memisahkan agama dari kehidupan. Akidah itu menyatakan slogan pemerintahan rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Maksudnya, akidah kapitalisme talah menjadikan manusia sebagai sumber dari segala sesuatu. Manusia lah yang menetapkan aturan dan perundang-undangannya dan menentukan langkah-langkah perjalanannya dalam kehidupan sehingga manusia dapat mengatur hubungan-hubungannya, memuaskan rasa laparnya serta memenuhi kebutuhannya sesuai dengan hasrat dan syahwatnya. Tidak boleh ada seorang pun yang mencampuri urusannya. Dengan demikian, manusia harus diberi kebebasan sehingga memungkinkan manusia untuk merealisasikan keinginannya. Dengan demikian, individu merupakan sumber aturan dan perundang-undangan. Oleh karena itu, mereka menyatakan bahwa rakyat merupakan sumber kekuasaan dan rakyat pula yang menjalankan aturan dan perundang-undangan. Dengan demikian, akidah demokrasi –yakni kapitalisme- merupakan sumber aturan dan asas yang melahirkan aturan tersebut.
Adapun akidah Islam menyatakan bahwa semua yang ada di alam ini ada pencipta yang telah menciptakannya yaitu Allah SWT dan bahwa kehidupan ini ada awalnya dan juga ada akhirnya. Setelah kehidupan ini ada hisab (perhitungan) atas apa yang telah dikerjakan manusia dalam kehidupan yang bersifat sementara ini. Oleh karena itu, harus ada aturan yang mengatur hubungan antar manusia, mengatur kehidupan manusia, mengendalikan perilaku dan tindakan manusia berdasarkan pada perintah-perintah Maha Pencipta Yang Maha Pengatur. Dengan demikian, wahyu merupakan media untuk penyampaian apa yang dikehendaki oleh Rabb mereka dan apa yang dikehendaki-Nya bagi mereka melalui para Rasul-Nya sebagaimana yang dikehendaki oleh sunatullah. Dengan demikian, peraturan dan perundang-undangan yang mengatur hubungan-hubungan antar manusia serta mengatur perilaku dan tindakan mereka adalah peraturan yang berasal dari akidah itu sendiri yaitu keimanan kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari akhir.
Rasulullah SAW menyampaikan wahyu yang beliau bawa yang berasal dari Allah SWT kepada manusia. Dengan demikian, Al-Quran Al-Karim dan Hadits-Hadits yang mulia –As-Sunnah- adalah wahyu yang beliau bawa. Keduanya merupakan bagian dari akidah yaitu keimanan kepada kitab-kitab-Nya dan para Rasul-Nya. Keduanya memuat aturan-aturan yang lengkap dan merupakan kumpulan hukum-hukum syariat yang digunakan untuk mengatur perilaku individu, mengatur kehidupan masyarakat, menjelaskan tata cara penerapan solusi-solusi atas permasalahan manusia, menjelaskan tata cara mewujudkannya dalam realitas kehidupan serta tata cara mengembannya kepada seluruh manusia. Keduanya itu merupakan asas yang layak digunakan untuk mengistinbat hukum-hukum yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan manusia.
Setelah adanya penjelasan tentang apa yang dapat membangkitkan umat dan meninggikan derajat manusia sampai pada tingkatan yang paling sempurna serta setelah adanya penjelasan tentang tata cara untuk sampai kepada kebangkitan tersebut; atau dengan kata lain setelah adanya penjelasan tentang metode pemikiran yang produktif yang merupakan syarat untuk menjadi pemikiran yang mustanir, maka hilanglah kesamaran yang berkaitan dengan hal itu dan semakin jelaslah perkara-perkara yang berkaitan dengan benda-benda dan fakta-fakta tersebut. Dengan demikian, manusia dapat menentukan aktivitas apa yang boleh dilakukan dan aktivitas apa yang harus dihindari berdasarkan pada kaidah-kaidah mendasar dan standar-standar yang rinci yang digunakan selama melakukan aktivitas berpikir. Setelah semua penjelasan itu, kita juga harus mengetahui dan mendalami fakta permasalahan yang hendak dipecahkan sehingga memungkinkan kita untuk mengubahnya sesuai dengan apa yang kita kehendaki atau mengambil posisi yang tepat untuk menghadapinya.

Read more!
posted by yusro @ 18.50   0 comments
About Me

Name: yusro
Home: Jember, Jawa Timur, Indonesia
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
Cyber Links
YM Status

ON LINE

Powered by yusro3Dproduction

yusro3Dproduction

Click for Jember, Indonesia Forecast

Trik-Tips Blog
Message


yusro3Dproduction


Waktu Shalat

Join MyQuran Forum

BLOGGER

Join To My Forum

BLOGGER

Visit To MyWebs!te

BLOGGER

Cre@ted by

BLOGGER

© 2008 .¥ü$RØ Ç¥BÉR BLΦG >> يُسْرً .Blogspot Template by yusro3Dproduction
¥ü$RØ Ç¥BÉR BLΦG >> يُسْرً
Selamat Datang di [yusro3d.blogspot.com] Al Islam Forum Media Dakwah dan SilaturahmiDi Halaman Ini Anda Akan Menemukan Berbagai Artikel Islami Serta Anda Juga Akan Dimanjakan dengan Free Content Download === TERIMA KASIH ===
Google